Sistem Kelistrikan Belitung merupakan suatu sistem isolated yang terpisah dengan sistem Sumatera-Bangka dimana sistem ini memiliki Daya mampu 75,8 MW dengan beban puncak tertinggi yang pernah dicapai sebesar 52,7 MW. Jika melihat komposisi dari masing-masing pembangkit bahwa sistem belitung masih didominasi oleh pembangkit yang berbahan bakar fosil. Berdasarkan data bahwa komposisi pembangkit dengan bahan bakar batubara sebesar 54,76%, Berbahan bakar minyak (B0) 18,65%, B30 sebesar 24,16%, sedangkan yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) hanya sebesar 2,43-3%. Tingginya kenaikkan harga bahan bakar yang bersumber dari bahan bakar fosil seperti batubara, minyak dunia dan gas menyebabkan tingginya biaya pokok penyediaan untuk pengoperasian pembangkit, hal ini sangat berdampak besar meningkatkan biaya operasional. Disamping itu pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi dengna peningkatan bauran energi pada tahun 2030 sebesar 29% dan target penggunaan energi baru terbarukan secara nasional sebesar 23% pada tahun 2025 dan mencapai 31% pada tahun 2050.

Permasalahan yang terjadi pada sistem Belitung yaitu Besaran Biaya Pokok Pembangkitan (BPP) pada desember 2022 sebesar Rp2.983,33 / kWH. Hal ini tidak ekonomis jika dibandingkan dengan harga jual, Masih rendahnya bauran energi dan terdapat drop tegangan pada sistem seiiring dengna peningkatan beban dan transfer daya. Dalam penelitian yang dilakukan pada tesis ini bahwa dengan membangun PLTS dengan skala besar sampai dengan 15 MW dapat menurunkan biaya pokok pembangkitan, peningkatan bauran energi, perbaikan level tegangan pada sistem dan perbaikan grid loses. Perhitungan yang dilakukan dengan merencanakan PLTS pada 3 (tiga) lokasi yang berbeda dengan masing-masing kapasitas 5 MW, hal ini untuk mengoptimalkan operasi PLTS, kemudahan dalam pembebasan lahan dan untuk mendukung keandalan maupun kemampuan sistem dalam mengatasi intermittent. Pada sistem eksisting cost of energy (COE) sebesar $ 0,1985. Saat dilakukan penetrasi PLTS kapasitas 5 MW COE menjadi $ 0,1928, saat ditambah menjadi 10 MW menjadi $ 0,1873 sedangkan saat kapasitas menjadi 15 MW COE turun menjadi $ 0,1822. Dari sisi kondisi sistem bahwa dengan studi dan simulasi yang dilakukan bawah masuknya PLTS akan menaikkan tegangan sistem, seperti pada skenario 1 di titik Tanjung tinggi tegangan dari 19 kV menjadi 20,4 kV yang berkorelasi dengan turunnya grid loses dari1,84 MW menjadi 1,56 MW. Disamping itu berdampak dalam meningkatkan bauran energi menjadi 4,2% menjadi 9,83% dan menurunkan emisi CO2 sebesar 23.844.249 Kg. Sehingga disimpulkan bahwa dengan pembangunan PLTS pada Sistem belitung dapat menurunkan biaya pokok penyediaan pembangkit, menaikkan bauran energi, perbaikan tegangan dan menurunan grid loses dari 3,03% menjadi 2,57%,

Dampak lainnya sebagai value creation di Sistem Belitung dengan penambahan pembangkit dari sumber energi baru terbarukan adalah terciptanya kemandirian energi di sistem belitung, adanya potensi lapangan kerja baru dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal dan mengurangi ketergantungan sumber daya fosil yang dikirim dari luar daerah.