Indonesia, dengan ketergantungannya yang tinggi pada energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi, menghadapi sejumlah permasalahan kritis. Ketergantungan ini tidak hanya menyebabkan tingginya emisi gas rumah kaca, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global, tetapi juga menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Selain itu volatilitas harga energi fosil dan keterbatasan cadangan sumber daya yang tidak dapat diperbarui menimbulkan risiko terhadap stabilitas ekonomi dan ketahanan energi di masa depan. Ironisnya, Saat ini, banyak pulau – pulau di Indonesia masih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan jaringan terisolasi (off grid) sebagai satu satunya sumber utama pembangkit listrik. Selain memiliki biaya operasional Levelized Cost of Energy (LCOE) tinggi, PLTD juga dipercaya sebagai salah satu sumber listrik yang tidak ramah lingkungan dengan emisi gas buangnya. Oleh karena itu, perlu adanya penetrasi dari energi lain yang bersifat ramah lingkungan dengan sistem Hybrid Renewable Energy System (HRES).
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisa terkait dengan konfigurasi HRES yang optimal dan paling menguntungkan dari nilai Net Present Cost (NPC), nilai LCOE, dan penurunan emisi CO2 pada sistem kelistrikan Pulau Wangi-wangi. Software yang digunakan pada penelitian ini adalah software HOMER Pro, dimana dari software tersebut selanjutnya akan dilakukan analisa dan evaluasi terkait dengan konfigurasi paling optimal dari HRES antara PLTD dan PLTS di pulau tersebut, termasuk rekomendasi pola operasi PLTD paling efisien yang dapat diterapkan.
Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi, konfigurasi sistem Hybrid Renewable Energy System (HRES) yang paling optimal untuk sistem kelistrikan di Pulau Wangi-wangi terdiri dari sistem Photovoltaic (PV) dengan kapasitas terpasang 8,899 kWp, 7 unit diesel generator dengan kapasitas total 3,800 kW, serta sistem baterai dengan kapasitas 3,189 kWh. Dengan konfigurasi seperti ini, nilai NPC yang dihasilkan sebesar $62.6 M , biaya nilai LCOE yang diperoleh adalah $0.215 per kWh yang mana nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan LCOE eksisting sebesar $0.230 per kWh, dan seiring dengan target penurunan emisi gas buang, potensi penurunan emisi CO2 setelah penetrasi EBT di pulai tersebut adalah sebesar 8,427,877 ton/tahun.