Dalam jaringan sistem tenaga listrik khususnya pada pembangkit ada beberapa kasus yang dapat memicu ketidakstabilan. Salah satu kasus yang sering ditemui PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Pengatur Beban (UP2B) adalah frekuensi sistem yang sering naik dan turun. Pembangkit harus dapat mendeteksi dan menanggapi dengan cepat dan tepat ketika terjadinya perubahan frekuensi tersebut. Untuk itu diperlukan pengendalian frekuensi agar sistem bekerja dengan stabil, yaitu pengendali primary (Free Governor) dan pengendali secondary (LFC/AGC). Penggunaan AGC di Indonesia masih dikatakan baru, dibandingkan dengan LFC yang umumnya digunakan pembangkit-pembangkit yang ada di Indonesia. Dikarenakan pengendalian AGC masih terbilang baru perlunya perkembangan lebih lanjut, maka dari itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana respon PLTU yang mengggunakan AGC dibandingkan LFC serta melihat pengontrolan respon frekuensi pembangkit yang menggunakan AGC dan LFC di waktu yang bersamaan di saat terjadinya gangguan. Untuk melakukan perbandingan, cara yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data respon pembangkit yang menggunakan LFC dan AGC. Dari perbandingan yang dilakukan diketahui bahwa pembangkit yang menggunakan LFC lebih cepat merespon adanya perubahan frekuensi dibandingkan AGC, akan tetapi untuk mengembalikan keadaan stabil lebih cepat AGC dibandingkan dengan LFC, serta pengendalian AGC ada di UP2B (Control Center) sehingga akan diperhitungkan economic dispatch-nya.

In the network of electric power systems, especially in plants, there are several cases that can provoke instability. One of the cases that pt. PLN (Persero) Load Control Service Unit (UP2B) is a system frequency that often rises and falls. The plant must be able to detect and respond quickly and precisely when such frequency changes occur. For this reason, frequency control is needed so that the system works stably, namely the primary controller (Free Governor) and the secondary controller (LFC / AGC). The use of AGC in Indonesia is still said to be new, compared to LFC which is generally used by existing plants in Indonesia. Because the control of AGC is still relatively new to the need for further development, therefore the purpose of this study is to find out how the response of coal-fired power plants that use AGC compared to LFC and see the control of the frequency response of plants using AGC and LFC at the same time at the time of disruption. To make a comparison, the way that is done is by collecting data on the response of plants using LFC and AGC. From the comparison carried out, it is known that plants that use LFC respond faster to changes in frequency than AGC, but to restore a stable state faster AGC compared to LFC, and AGC control is in the UP2B (Control Center) so that the economic dispatch will be taken into account.