Sistem kelistrikan Kalimantan Barat terbagi menjadi dua sistem yakni sistem Khatulistiwa dan sistem Ketapang. Sebelumnya, suplai energi listrik di sistem Khatulistiwa dispulai oleh pembangkit yang didominasi oleh pembangkit minyak bumi. Namun, biaya pokok produksi nya sangat mahal sehingga tidak ekonomis. Maka dari itu, PLN melakukan melakukan impor listrik oleh negara lain yaitu Sarawak, Malaysia dengan perjanjian kerjasama sebesar 120 MW. Namun ini masih menjadi kendala dalam proyek pembangkitan dikarenakan semakin bertambahnya tahun maka semakin besar kebutuhan suplai daya listrik dan perlu adanya proyek pembangkit yang terlealisasikan yang sesuai dengan RUPTL 2021 – 2030. Agar saat ini suplai listrik tetap andal dan ekonomis, maka dilakukan metode analisa menggunakan simulasi aplikasi DigSILENT Power Factory 15.2. Metode analisa yang digunakan yaitu optimal power flow. Nilai rata–rata tegangan ketika perencanaan seluruhnya adalah PLTU yaitu 149,58 kV sedangkan apabila perencanaanya dikolaborasikan dengan PLTG dan PLTD maka nilainya menjadi 151,53 kV. Dapat analisa bahwa semakin banyak pembangkit pusat beban yang beroperasi maka rata – rata tegangan sebagai indikator kualitas kelistrikan semakin membaik namun nilai fuel mix dan biaya pokok produksi juga semakin mahal. Maka dari itu perlu dilakukan kolaborasi antara pembangkit batubara dengan pembangkit berbahan bakar minyak agar mempertimbangkan biaya pokok produksi yang masih terjangkau.

The West Kalimantan electricity system is divided into two systems, namely the Equatorial system and the Ketapang system. Previously, the supply of electrical energy in the Equatorial system was supplied by generators which were dominated by petroleum generators. However, the basic production costs are very expensive so it is not economical. Therefore, PLN imported electricity from another country, namely Sarawak, Malaysia with a cooperation agreement of 120 MW. However, this is still an obstacle in generation projects because as the years go by, the greater the need for electrical power supply and there needs to be a realized generating project that is in accordance with RUPTL 2021 - 2030. So that currently the electricity supply remains reliable and economical, an analysis method is carried out using simulation. DigSILENT Power Factory 15.2 application. The analysis method used is optimal power flow. The average voltage value when the planning is entirely PLTU is 149.58 kV, whereas if the planning is collaborated with PLTG and PLTD then the value becomes 151.53 kV. It can be analyzed that the more load center generators that operate, the average voltage as an indicator of electricity quality will improve, but the fuel mix value and basic production costs will also become more expensive. Therefore, it is necessary to collaborate between coal generators and oil-fueled generators in order to consider basic production costs that are still affordable.