Saat ini, ekspansi jaringan di Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah. Namun dalam pengembangannya, pemerintah tidak boleh hanya terfokus pada sistem konvensional terpusat saja. Apabila dipaksakan, hal ini dapat menyebabkan pembengkakkan anggaran biaya pengadaan jaringan PLN. Untuk itu diperlukan solusi serta sistem yang lebih handal, dan ekonomis seperti konsep dari Listrik Kerakyatan yang memanfaatkan penggunaan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Keunggulan utama dari model pembangkitan skala kecil tersebar ini antara lain bisa dibangun hampir di setiap lokasi, dan mungkin untuk dilakukan terutama pada daerah yang belum terlistriki oleh jaringan PLN. Serta merupakan solusi dalam mengatasi permasalahan sampah, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang ketersediannya semakin menipis. Berdasarkan analisa dan hasil perhitungan pada skripsi ini, investasi pengembangan PLTSa 50 kVA model Listrik Kerakyatan dengan kebutuhan JTR sepanjang 0,5 km jauh lebih ekonomis dibandingkan pengembangan jaringan dengan menggunakan sistem konvensional terpusat kapasitas trafo 25 kVA dengan kebutuhan JTM sebesar 11 kms dan JTR sebesar 0,5 km, baik untuk data berdasarkan RUPTL 2017/2026 wilayah Jawa Barat dan PT. PLN (Persero).

Nowadays, the grid expansion in Indonesia continues to be carried out by the government. However in its development, the government should not only focus on conventional centralized systems. If forced, it will lead to the budgetary cost swelling of PLN’s grid procurement. For this reason, more reliable and economical solutions and systems are needed, such as the concept of Listrik Kerakyatan which utilizes the use of garbage waste power plants (PLTSa). The main advantages of distributed generation model are it can be built in almost every location, and it is possible to do especially in areas that have not been electrically connected into the PLN’s grid. It is a solution to overcome the problem of waste as well, while reducing dependence on fossil fuels whose availability is running low. Based on the analysis and calculation results in this paper, the investment of the development of PLTSa 50 kVA Listrik Kerakyatan’s model with the need of JTR along 0.5 km is far more economically affordable than network development using a conventional centralized system of 25 kVA transformer capacity with JTM requirements of 11 kms and JTR of 0,5 km, both for data based on the 2017/2026 RUPTL in West Java and PT. PLN (Persero).