Dalam upaya mencapai net zero emissions pada 2060, Indonesia mendorong pengembangan PLTS sebagai bagian dari bauran energi terbarukan. Pengembangan PLTS menjadi salah satu alternatif, namun di sisi lain kebutuhan lahan yang luas dan tantangan intermitensi terhadap frekuensi sistem perlu menjadi perhatian. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak integrasi PLTS terapung Danau Poso terhadap stabilitas frekuensi Sistem Kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan dan memberikan rekomendasi untuk peningkatan keandalan sistem. Studi ini menggunakan pemodelan sistem kelistrikan Sulbagsel sebelum dan sesudah integrasi PLTS terapung dengan mempertimbangkan kuota PLTS dalam RUPTL. Simulasi menggunakan Plexos untuk optimasi produksi dan DIgSILENT PowerFactory untuk analisis kestabilan frekuensi. Penelitian ini menemukan bahwa pengembangan PLTS terapung Danau Poso merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan bauran EBT. Dampak integrasi PLTS Terapung kapasitas 50 MW pada tahun 2028, 100 MW dan 200 MW pada tahun 2031 dan 2033 menghasilkan deviasi frekuensi maksimum yang melebihi batas toleransi ±0,2 Hz. Penyesuaian kapasitas PLTS tanpa BESS, seperti 11 MW pada tahun 2028 dan 40 MW pada tahun 2031 dan 2033, menghasilkan deviasi sebesar 0,2129 Hz dan 0,2 Hz (mendekati batas toleransi). Dengan penambahan BESS, deviasi maksimum frekuensi dapat ditekan dan semakin besar kapasitas BESS, frekuensi semakin stabil dan mendekati batas normal frekuensi sesuai grid code.